Pendidikan Pada Masa
Remaja
Setiap
manusia mengalami fase-fase tertentu dalam hidupnya, seperti pada masa bayi,
fase anak-anak, fase remaja, fase dewasa, dan fase lanjut usia. Namun, yang
sering mengalami pencarian makna hidup berada pada fase remaja. Pada suatu
periode dalam masa perkembangan yang merupakan fokus yang menarik untuk dikaji
adalah remaja. Sebab pada masa ini, individu remaja mengalami masa penyesuaian
diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya, khususnya dengan tatanan norma,
nilai, adat, dan etika yang berlaku di masyarakat. Masa remaja merupakan masa
penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa
remaja termasuk juga masa yang indah dan terkadang kita mendengar slogan “Indahnya
Masa Remaja”, tapi jangan lupa masa ini juga merupakan masa yang
menentukan, di mana anak banyak mengalami perubahan fisik dan psikis.
Pada masa
perkembangan ini, remaja mulai menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan
pendapatnya sendiri, suka mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu remaja
tersebut memberontak karena dia merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan
mengapa belum diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam
dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Biasanya remaja memiliki yang
dikaguminya, namun sikapnya tidak selalu negatif. Remaja juga sangat tertarik
kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang
meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi
lain, kehidupan remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan
keinginan untuk mencoba segala yang ada di sekitarnya, baik dalam bidang
pergaulan maupun intelektual. Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat,
minat serta keinginan berprestasi dapat diwujudkan.
Pendidikan
yang merupakan usaha sadar dan dilakukan oleh orang dewasa (pendidik)
dengan berencana, terprogram dan terkendali untuk menyiapkan individu melalui
kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. Dengan pendidikan itulah, individu remaja mengaktualisasikan
potensi-potensi yang dimilikinya melalui alat atau media pendidikan hingga
peserta didik (remaja) mampu menemukan aktivitasnya sendiri serta dapat
mengalami perubahan positif dalam aspek kepribadiannya yang menyangkut tri
domain yaitu, perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Proses
belajar akan berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang
individu. Cita-cita tentang jenis pekerjaan di masa yang akan datang merupakan
faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar.
Olehnya itu, remaja secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai
jenis pekerjaan yang diidamkan itu memerlukan saran pengetahuan dan
keterampilan tertentu yang harus dimiliki. Hal inilah yang membimbing remaja
menentukan pilihan jenis pendidikan yang akan diikuti.
Remaja pada
usia 13-14 tahun atau pada usia awal remaja (pre-adolescence) di mana
jenjang pendidikan berada pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP, mereka
mulai mengenal sistem baru dalam sekolah. Misalnya, perkenalan dengan banyak
guru yang memiliki berbagai macam sifat dan kepribadian. Hal ini menunjukkan
perlunya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang beragam.
Begitu pula anak mulai mengenal berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari
dengan berbagai karakteristiknya. Di SLTP belum ada masalah pemilihan jurusan,
tetapi untuk tingkat SLTA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun,
pemilihan jurusan itu telah pula diperkenalkan.
Di samping
pengenalan terhadap sistem pendidikan, para remaja tersebut juga memiliki teman
sejawat yang semakin luaslingkungannya dan ia mulai mengenal anak lain dengan
berbagai macam latar belakang keadaan keluarga. Dengan kata lain, remaja
mengenal dan memiliki masyarakat baru yang merupakan masyarakat sekolah atau teman
sebaya. Dengan demikian, mereka memiliki tiga lingkungan pendidikan yang
pola dan karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki tiga lingkungan
kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda serta masing-masing
memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengingat hal itu,
maka setiap remaja berada pada posisi pendidikan yang majemuk, mereka berada di
lingkungan kehidupan pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan
kehidupan pendidikan sekolah yang diikutinya. Yang mana dari masing-masing
lingkungan kehidupan pendidikan itu tidak selalu sama dasar dan tujuannya. Oleh
karena itu, remaja seperti “ditantang” untuk mampu mengatasi problema
keanekaragaman tersebut dan mampu menempatkan dirinya dengan tepat dan harmonis.
1.
Lingkungan Pendidikan di Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak dan
remaja. Pendidikan keluarga lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan
kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan
tujuan penyelenggaraan pendidikan keluarga bersifat indiviual yang sesuai
dengan pandangan hidup pada masing-masing keluarga, sekalipun secara nasional
bagi keluarga-keluarga bangsa indonesia memiliki dasar yang sama, yaitu Pancasila.
Ada keluarga yang dalam mendidik anaknya mendasarkan pada kaidah-kaidah agama
dan menekankan proses pendidikan pada pendidikan agama dengan tujuan untuk
menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang saleh dan senantiasa takwa dan iman
kepada Tuhan Yang maha Esa. Ada pula keluarga yang dasar dan tujuan
penyelenggaraan pendidikannya berorientasi kepada kehidupan sosial ekonomi
kemasyarakatan dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang
produktif dan bermanfaat dalam kehidupan bemasyarakat.
2.
Lingkungan Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan
lingkungan alami kedua yang dikenal anak-anak. Anak remaja telah banyak
mengenal karakteristik masyarakat dengan berbagai norma dan keragamannya.
Kondisi masyarakat amat beragam, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan
diikuti oleh anggota masyarakat, dan dengan demikian para remaja perlu memahami
hal itu. Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang para remaja memiliki
perbedaan pandangan dengan para orang tua, sehingga norma dan perilaku remaja dianggap
tidak sesuai dengan norma masyarakat yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja
akan berdampak pada pembentukan pribadi remaja. Perbedaan ini dapat mendorong
para remaja untuk membentuk kelompok-kelompok sebaya yang memiliki kesamaan
pandangan.
Oleh:
Sunarto. H & Hartono Agung. B. 1999, Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
Syah. Muhibbin. 2000, Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar