Selasa, 28 Mei 2013

ARTIKEL PENDIDIKAN


Pendidikan Pada Masa Remaja
Setiap manusia mengalami fase-fase tertentu dalam hidupnya, seperti pada masa bayi, fase anak-anak, fase remaja, fase dewasa, dan fase lanjut usia. Namun, yang sering mengalami pencarian makna hidup berada pada fase remaja. Pada suatu periode dalam masa perkembangan yang merupakan fokus yang menarik untuk dikaji adalah remaja. Sebab pada masa ini, individu remaja mengalami masa penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya, khususnya dengan tatanan norma, nilai, adat, dan etika yang berlaku di masyarakat. Masa remaja merupakan masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja termasuk juga masa yang indah dan terkadang kita mendengar slogan “Indahnya Masa Remaja”, tapi jangan lupa masa ini juga merupakan masa yang menentukan, di mana anak banyak mengalami perubahan fisik dan psikis.
Pada masa perkembangan ini, remaja mulai menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri, suka mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu remaja tersebut memberontak karena dia merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan mengapa belum diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Biasanya remaja memiliki yang dikaguminya, namun sikapnya tidak selalu negatif. Remaja juga sangat tertarik kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi lain, kehidupan remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan keinginan untuk mencoba segala yang ada di sekitarnya, baik dalam bidang pergaulan maupun intelektual. Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat, minat serta keinginan berprestasi dapat diwujudkan.
Pendidikan yang merupakan usaha sadar dan dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) dengan berencana, terprogram dan terkendali untuk menyiapkan individu melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan  pendidikan itulah, individu remaja mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya melalui alat atau media pendidikan hingga peserta didik (remaja) mampu menemukan aktivitasnya sendiri serta dapat mengalami perubahan positif dalam aspek kepribadiannya yang menyangkut tri domain yaitu, perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Proses belajar akan berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang individu. Cita-cita tentang jenis pekerjaan di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar. Olehnya itu, remaja secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai jenis pekerjaan yang diidamkan itu memerlukan saran pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki. Hal inilah yang membimbing remaja menentukan pilihan jenis pendidikan yang akan diikuti.
Remaja pada usia 13-14 tahun atau pada usia awal remaja (pre-adolescence) di mana jenjang pendidikan berada pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP, mereka mulai mengenal sistem baru dalam sekolah. Misalnya, perkenalan dengan banyak guru yang memiliki berbagai macam sifat dan kepribadian. Hal ini menunjukkan perlunya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang beragam. Begitu pula anak mulai mengenal berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari dengan berbagai karakteristiknya. Di SLTP belum ada masalah pemilihan jurusan, tetapi untuk tingkat SLTA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun, pemilihan jurusan itu telah pula diperkenalkan.
Di samping pengenalan terhadap sistem pendidikan, para remaja tersebut juga memiliki teman sejawat yang semakin luaslingkungannya dan ia mulai mengenal anak lain dengan berbagai macam latar belakang keadaan keluarga. Dengan kata lain, remaja mengenal dan memiliki masyarakat baru yang merupakan masyarakat sekolah atau teman sebaya. Dengan  demikian, mereka memiliki tiga lingkungan pendidikan yang pola dan karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki tiga lingkungan kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda serta masing-masing memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengingat hal itu, maka setiap remaja berada pada posisi pendidikan yang majemuk, mereka berada di lingkungan kehidupan pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan kehidupan pendidikan sekolah yang diikutinya. Yang mana dari masing-masing lingkungan kehidupan pendidikan itu tidak selalu sama dasar dan tujuannya. Oleh karena itu, remaja seperti “ditantang” untuk mampu mengatasi problema keanekaragaman tersebut dan mampu menempatkan dirinya dengan tepat dan harmonis.
1. Lingkungan Pendidikan di Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan keluarga lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikan keluarga bersifat indiviual yang sesuai dengan pandangan hidup pada masing-masing keluarga, sekalipun secara nasional bagi keluarga-keluarga bangsa indonesia memiliki dasar yang sama, yaitu Pancasila. Ada keluarga yang dalam mendidik anaknya mendasarkan pada kaidah-kaidah agama dan menekankan proses pendidikan pada pendidikan agama dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang saleh dan senantiasa takwa dan iman kepada Tuhan Yang maha Esa. Ada pula keluarga yang dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikannya berorientasi kepada kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang produktif dan bermanfaat dalam kehidupan bemasyarakat.
2. Lingkungan Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan alami kedua yang dikenal anak-anak. Anak remaja telah banyak mengenal karakteristik masyarakat dengan berbagai norma dan keragamannya. Kondisi masyarakat amat beragam, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan diikuti oleh anggota masyarakat, dan dengan demikian para remaja perlu memahami hal itu.  Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang para remaja memiliki perbedaan pandangan dengan para orang tua, sehingga norma dan perilaku remaja dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja akan berdampak pada pembentukan pribadi remaja. Perbedaan ini dapat mendorong para remaja untuk membentuk kelompok-kelompok sebaya yang memiliki kesamaan pandangan.
Oleh:
Sunarto. H & Hartono Agung. B. 1999, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
Syah. Muhibbin. 2000, Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar